KH Abdullah Gymnastiar
Saudaraku, semoga Allah senantiasa memberikan kepada kita hati yang lapang, jernih, karena ternyata berat sekali menghadapi hidup dengan hati yang sempit.
Waktu demi waktu yang dilalui seringkali diwarnai kondisi hati yang mendidih, bergolak, penuh ketidaksukaan, terkadang kebencian. Bahkan lagi dendam kesumat, capek rasanya, jelang tidur, otak berpikir keras menyusun rencana bagaimana memuntahkan kebencian dan kedendaman yang ada dilubuk hatinya agar habis tandas terpuaskan kepada yang dibencinya. Hari-harinya adalah hari uring-uringan makan tak enal, tidur tak nyenyak dikarenakan seluruh kosentrasi dan energinya difokuskan untuk memuaskan rasa bencinya ini.
Sungguh alangkah menderitanya orang-orang yang disiksa oleh kesempitan hati.
Dia kan mudah sekali tersinggung, dan jika sudah tersinggung seakan-akan tidak termaafkan, kecuali sudah terpuaskan dengan melihat orang yang menyinggungnya menderita, sengsara, atau tidak berdaya.
Seringkali kita mendengar cerita orang-orang yang dililit derita akibat rasa bencinya. Padahal ternyata yang dicontohkan para rasul, dan nabi serta para ulama yang ikhlas, orang-orang yang berjiwa besar, bukanlah mencontohkan dendam, membenci atau busuk hati.
Mereka justru contoh pribadi-pribadi yang kokoh bagai tembok tegar, sama sekali tidak terpancing oleh caci maki, cemooh, benci, dendam, dan perilaku-perilaku rendah lainnya.
Sungguh pribadinya, bagai pohon yang akarnya menghujam ke dalam tanah, begitu kokoh dan kuat, hingga diterpa badai dan diterjang topan sekalipun tetap mantap tidak bergeming.
Mungkin sudah merupakan sifat lumrah manusia, manakala hatinya disakiti, dia akan menyimpan rasa sakit hati yang berujung pada rasa dendam, tapi bukan berarti kita harus balas dendam setiap kali disakiti atau dizalimi. Malah sebaliknya, jika kita dizalimi maka do'akan orang yang menzalimi itu agar bertaubat dan menjadi orang yang shaleh.
Bukankah orang yang teraniaya itu mustajab dan peluang do'anya akan dikabulkan oleh Allah terbuka lebar. Memang pahit rasanya mendo'akan kebaikan untuk orang yang menyakiti kita, tetapi akan lebih pahit lagi jika orang itu tidak berubah lebih baik lagi.
Saudaraku yang budiman, dendam merupakan buah dari hati yang terluka, tersakiti, teraniaya atau yang terambil haknya. Wujud dendam yang paling konkret adalah kemarahan. Sesorang meluapkan amarahnya karena tidak suka melihat orang yang dia benci mendapat kesenangan. Dia lebih suka melihat orang tersebut sengsara, melebihi dirinya.
Berbagai alasan memang tak jarang membuat seseorang tega melakukan balas dendam dengan keji. Ada karena merasa ditipu, iri dengki atau merasa disisihkan dapat membuat seseorang hatinya mendadak beku dan tak kenal ampun, yang ada dalam benaknya hanya satu yaitu "balas dendam". Seperti itulah ketika hati seseorang sudah diliputi rasa dendam yang membara. Ia belum merasa puas kalau dendamnya belum tumpah terbalaskan..
Ada formula sebuah kemuliaan yang telah dituntunkan oleh Allah :
"Idfa billahi hiya ahsan" (balaslah sikap buruk orang lain dengan dengan sikap yang lebih baik, ahsan).
Dan ternyata sikap ahsan itu dapat merubah permusuhan menjadi persahabatan. Bagaimana orang lain akan menerima kita, jika ia hanya disuguhi kemarahan dan kebencian kita? Kita jangan memimpikan orang lain akan berbuat baik terhadap kita, namun kitalah yang harus memulainya.
Biarlah Allah yang akan membalas segala amalan baik yang kita lakukan. Adapun tentang amalan buruk orang lain, marilah semua itu kita sikapi dengan hati yang bening dan lapang.
Wallahu'alam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar